Evolusikan Musikalitas Dari Genre
Tradisional Jadi Modern
![]() |
Musisi muda Candra Banyu |
BANYUWANGI,
BPW - Mempertahankan kebudayaan tidak harus
terpaku pada sisi kemonotonan. Unsur kreativitas serta menghasilkan karya yang
mudah diterima oleh khalayak luas adalah salah satu prinsip dari musisi muda
Candra Banyu.
Ditemui media ini, Sabtu (6/5/17), disela
kesibukan mempersiapkan rekaman, Candra yang lahir 35 tahun lalu di Kelurahan
Temenggungan, Kecamatan Banyuwangi ini mengisahkan sedikit mengenai perjalanan
awal terjun di bidang musik hingga menjadi terkenal saat ini. Temenggungan sendiri
dikenal sebagai wilayah yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar
Banyuwangi. Tak salah apabila di bidang kesenian pun juga menghasilkan
musisi-musisi berkualitas.
Terlahir dari pasangan yang kental
darah seninya, Candra merupakan anak dari Arif Sugianto yang merupakan seniman penghasil
beberapa karya juga pencipta lagu. Salah satunya adalah Sekar. Sedangkan Catur
Arum adalah kakak kandung Candra yang sama-sama diketahui publik sebagai salah
satu penyanyi papan atas Banyuwangi saat ini. Candra sendiri selain menelurkan
album sendiri, juga menghasilkan album kompilasi dengan penyanyi lain.
Perjalanan bermusik secara
profesional dimulai sekitar tahun 1999. Saat itu ketika kembali dari Bali,
Candra memutuskan bergabung dengan Patrol Orkestra Banyuwangi (POB). Dimana
para personilnya adalah musisi-musisi muda berpengaruh seperti Catur Arum, Iyon
DB dsb. Candra dan kawan-kawan berusaha mengevolusikan musikalitas Banyuwangi
dari bergenre tradisional menjadi modern. Dan POB adalah salah satu grup yang
menyajikan musik tradisional tetapi menyisipkan unsur Pop didalamnya.
Perubahan ini mereka pilih karena
mereka merasa bahwa musik kendang kempul, begitu mereka menyebutnya, yang diisi
oleh seniman senior seperti Sumiati, Yuliatin, Alif dan lain-lainnya, hanya
melahirkan musik yang itu-itu saja dan cenderung tidak bisa diterima oleh kaum
muda dikarenakan beratnya isi syair dan kemonotonan dalam beraransemen.
Berbekal semua pengalaman dan idealisme
yang didapat, tahun 2005 kesempatan yang ditunggu Candra akhirnya datang juga.
Di bawah label rekaman lokal, Sandy Record, Candra menelurkan album solo
perdananya bertitel Banyu, dengan Nanang sebagai Arrangement. Dengan beberapa
lagu Hits seperti Angen-angen, Bokong Semok dan Lir Pedote Banyu. Album ini
meledak di pasaran dan terjual 1 juta copy lebih.
Musisi, yang tidak mau disebut
penyanyi ini, lebih menyukai disebut sebagai pencipta lagu. Karena hampir
sebagian besar semua lagu yang dibawakan olehnya adalah karyanya sendiri. Ciri
khas yang paling terasa dari karyanya adalah musik yang romantis dengan
sentuhan dari pop serta blues. Seperti single Kembange Roso yang bergenre Blues
dengan alunan (cengkok) khas Banyuwangian dan beberapa single yang
menperkenalkan intro lagu dengan menggunakan piano.
Meledaknya album Banyu merupakan
bukti bahwa lagu Banyuwangi bisa dapat diterima dan dikenal secara luas.
Perubahan yang diusung Candra dalam evolusi musik Banyuwangi membuahkan hasil.
Bermusik dengan syair ringan, pilihan genre musik yang familiar tanpa
kehilangan keindahan sentuhan khas tradisional, baik dalam syair atau not
utama, terbukti bisa diterima terutama oleh kuping generasi muda saat itu.
Candra sendiri mengakui bahwa kritikan ataupun masukan dari seniman/musisi
tradisional tidak ia mentahkan.
Keindahan dalam cengkokan khas
Banyuwangi tetap ia pertahankan dalam karya-karyanya. Ini dikarenakan pakem not
solmisasi, yang menjadi ciri musik daerah khususnya Banyuwangi, menjadi
referensi yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Karena dari sanalah yang
membedakan musik Banyuwangi dengan musik daerah lain.
Mewakili teman-teman musisi modern
Banyuwangi, Candra mengatakan kepada para seniman/musisi baru jangan sampai
membuat karya hanya karena terlihat bagus saja tetapi meninggalkan etika dalam
bermusik. Seperti keindahan yang diamanatkan oleh seniman/musisi sepuh/senior
bisa tetap dipertahankan. Keindahan serta etika yang dimaksud adalah karya
jangan terlihat murahan dengan syair yang jorok dan terkesan porno. Etika
bermusik disini adalah ketika mencipta notasi jangan asal menjiplak dari karya
orang lain. Karena bakal terlihat betapa kurang profesionalnya kita dalam
berkreatifitas serta kemalasan dalam menghasilkan karya yang bagus dan
orisinil.
“Karena seorang seniman/musisi itu
dikenal dari karya mereka. Generasi mendatang mengetahui kualitas kita dari
karya yang dihasilkan. Dari karyalah sebenarnya kita bisa mendidik mereka
secara tidak langsung. Jika kita menghasilkan karya yang bagus, maka dengan
serta merta generasi seniman/musisi yang akan datang dapat belajar pula
menghasilkan karya yang berkualitas,” ungkap musisi yang punya hobby mancing
ini. (Misbachul
Munir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar anda dengan baik dan benar, mohon tidak beriklan di kolom komentar. Jika anda ingin berpromosi, direkomendasikan/endorse, atau beriklan, anda bisa " Kontak Kami Langsung ". Terima kasih.