![]() |
Oleh : Hakim Said, SH |
Paradigma baru yang
sedang dikembangkan Polri saat ini berorientasi kepada pemecahan
masalah-masalah masyarakat (problem solver oriented), berbasis pada
potensi-potensi sumber daya lokal dan kedekatan dengan masyarakat yang lebih
manusiawi (humanistic approach). Dengan paradigma baru ini lah diharapkan
polisi bisa menjadi ‘Tangkas’.
Di
era modern ini, senjata polisi bukan lagi water canon, gas air mata ataupun
peluru karet, melainkan simpati dari masyarakat. Terciptanya simpati masyarakat
ini hanya bisa diraih dari keberadaan polisi yang ‘Tangkas’ di berbagai lini
kehidupan sosial masyarakat.
Lalu bagaimana
polisi ‘Tangkas’ itu sebenarnya ? Kata ‘Tangkas’ sendiri mengandung
pengertian gesit, cekatan dan cepat (dalam bertindak). Tetapi arti yang
sebenarnya ‘Tangkas’ adalah : Tanggap, Kreatif dan Waspada. Dimana dalam
berbagai kesempatan polisi dituntut untuk tanggap, ada keharusan segera
mengetahui keadaan, bisa mengerti dengan situasi melalui pancainderanya dan
memperhatikan secara sungguh-sungguh serta bisa menyambut apa yang orang lain
(masyarakat) sampaikan. Sehingga diharapkan bisa menampung dan menerima
aspirasi dari masyarakat dengan secermat-cermatnya.
Sedangkan tuntutan lainnya,
polisi mesti kreatif. Diantaranya selalu mempunyai gagasan dan ide dalam
menjalankan tugas ditempat kerjanya sehingga seolah-olah tercipta suatu hal
yang baru dan memiliki kriteria tinggi. Sehingga pada gilirannya bisa menarik
dan mendekatkan diri dengan masyarakat dalam mengaplikasikan tugas-tugasnya
ditengah mereka.
Konkritnya, tiada
cara lain selain jajaran kepolisian harus terus menerus hadir, hidup, dan
merasakan denyut nadi kehidupan masyarakatnya dalam bentuk pro aktif dan jemput
bola. Dimana pola jemput bola dan pro aktif ini prinsipnya memiliki visi ke
depan, memandang masa depan dengan penuh optimisme, selalu aktif dan memikirkan
apa yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Karena sikap
proaktif cenderung mengarah pada tindakan (action) yang positif.
Sementara polisi
juga dituntut waspada, dalam arti harus berhati-hati dan berjaga-jaga; bersiap
siaga : harus selalu awas. Esensi dari sikap waspada itu sendiri adalah
berfikir, berucap, bersikap, bertindak, berbuat dalam interaksi dengan sesama
manusia, dengan masyarakatnya dan dengan lingkungan kerjanya melalui sikap keluhuran
budi, arif dan bijaksana.
Dengan pola
interaksi waspada yang terus menerus dilakukan polisi, bersama-sama dengan
masyarakat akan makin bisa mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah
sosial, terutama masalah keamanan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Bahkan, interaksi polisi waspada yang terus menerus tersebut akan bisa
senantiasa berupaya mengurangi rasa ketakutan masyarakat terhadap adanya
gangguan kriminalitas.
Pola interaksi
polisi waspada yang terus menerus itu akan lebih bisa mengutamakan pencegahan
kriminalitas (crime prevention). Melalui interaksi yang terus menerus tersebut
polisi juga bisa berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Dan akan lebih mengena jika program polisi ‘Tangkas’ ini bisa ditanamkan serta
diberlakukan disemua fungsi jajaran. Dengan harapan nantinya, akan banyak lahir dan tercipta polisi ‘Tangkas’ yang bisa
hadir terus menerus ditengah masyarakat, sampai pada tatarannya masyarakat akan
merasakan bahwa polisi benar-benar sebagai sahabat sejati mereka. (*)
Penulis adalah alumni Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan ke-2 tahun 2006 Universitas Jember (Unej)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar anda dengan baik dan benar, mohon tidak beriklan di kolom komentar. Jika anda ingin berpromosi, direkomendasikan/endorse, atau beriklan, anda bisa " Kontak Kami Langsung ". Terima kasih.