Selasa, 24 Januari 2017

Melongok Produksi Gula Merah Tradisional Di Afdeling Sumbergandeng Kebun Sumberjambe

Proses memasak air legen menjadi gula merah di afdeling Sumbergandeng, Kebun Sumberjambe PTPN XII Pesanggaran
Banyuwangi, BPW - Ada yang lain di areal Davo Afdeling (bagian,Red) Sumber Gandeng, Kebun Sumber Jambe PTPN XII, masuk Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
 
Selain menyuguhkan pemandangan alam pegunungan yang indah dengan hamparan kebun kelapa, kopi, karet, tebu di kanan dan kiri serta kondisi jalan terjal bebatuan menghiasi mata memandang, ada hal istimewa yang mungkin dianggap biasa oleh warga. 
 
Ditempat yang jauh terpencil ini, terdapat sebuah pengolahan gula merah secara tradisional. Di gubuk besar dengan ukuran 24 X 10 meter, nampak puluhan tumang lengkap dengan para pekerja terlihat sibuk melakukan aktivitas membuat gula merah. 
 
Masing-masing tumang itu mayoritas mengunakan bahan bakar dari kayu. Untuk satu tumang, digawangi oleh satu keluarga yang bekerja dari pagi hingga sore. 
 
Seperti yang dijalani Susiani (37) bersama Supardi (42), asal Dusun Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari. Keduanya tercatat sebagai salah satu pendatang  yang tinggal di area perkebunan Afdeling Sumbergandeng. Mereka sudah 5 tahun tinggal disitu, menekuni pembuatan gula merah dibawah naungan PTPN XII Kebun Sumberjambe.
 
“Mau kerja apa, kita gak memiliki banyak modal. Sawah juga gak punya. Ini demi untuk memenuhi kebebutuhan keluarga, ya terpaksa boro mas,’’ kata Susiani pada media ini.
 
Wanita asal Tegalsari itu, sebelum memutuskan menetap di perkebunan ini, dia mengaku, terlebih dulu sudah malang melintang (boro) pindah-pindah tempat usaha nderes (memanjat pohon kelapa untuk mengambil air legen dan dimasak jadi gula merah) mengikuti suaminya.
 
“Sudah pernah dulu di Songgon. Tapi karena hasil gulanya gak bagus, kami memutuskan pindah lagi,’’ ungkapnya.
 
Sementara itu Supardi, suami Susiani mengatakan, untuk menjadi seorang penderes yang utama itu dibutuhkan keahlian dan keberanian memanjat pohon kelapa.
 
“Ya, intinya pokoknya berani manjat pohon. Saya setiap hari panjat pohon kelapa siang dan sore, itupun harus rutin’’ tuturnya.
 
Proses penderesan itu mula-mula manggar terlebih dulu diiris, setelah diiris diolesi dengan kapur (enjet/gamping,Red), setelah itu manggar yang sudah diiris dikasih wadah untuk menampung air sari kelapa. 
 
“Pemasangan wadah (curigen kecil) itu kita lakukan setiap pagi dan sore secara rutin,’’ jelasnya.
 
Lalu, lanjut Supardi, wadah yang sudah terpasang itu diambil kembali pada sore hari kemudian diangkut ke tempat pemasakan.
 
“Sari kelapa inilah yang nantinya akan menjadi gula jawa atau gula merah,’’ jelasnya. 
 
Legen dari hasil deresannya itu terlebih dulu disaring, selanjutnya dimasukkan ke dalam wajan berukuran besar untuk dimasak dengan panas yang konstan. 
 
“Mengenai lama pemasakan itu tergantung dari banyaknya legen yang dimasak,’’ cetusnya. 
 
 
Proses pencetakan gula merah di afdeling Sumbergandeng, Kebun Sumberjambe PTPN XII Pesanggaran
Soal gula merah cair yang belum mengental, terlebih dulu diaduk memutar dengan cepat sesuai arah jarum jam. Apabila sudah mengental dan berwarna kemerahan, berarti sudah siap untuk dituangkan kedalam cetakan. 
 
“Proses pengeringan bisa mencapai  kurang lebih 1 jam,’’ tambahnya.
Untuk satu curigen (kempeng) ukuran 35 liter bisa mampu menjadi 6 kg gula merah. Jadi bisa di rata-rata setiap 15 hari, ia mampu memproduksi 3 kwintal gula merah. Sedangkan mengenai harga sudah ditentukan oleh pihak kebun. Per-kilonya oleh kebun dibeli dengan harga Rp. 9000/kg.
 
“Harga jual sudah ditentukan oleh pihak kebun dan sesuai dengan pasar,’’ ungkapnya.
 
Keunikan gula merah Susiani dan beserta puluhan pembuat gula merah lain yang berada di area kebun ini sangat luar biasa. Karena hasil gula disini boleh dibilang murni tidak memakai bahan pengawet seperti sulfit.
 
“Gula merah disini tanpa dicampuri bahan pengawet tanpa sulfit. Jadi gulanya murni dan alami,’’ tambahnya.
 
Untuk biaya yang harus dikeluarkan demi terpenuhinya produksi gula merah, mereka juga tak luput dari bahan bakar utama kayu. Sedangkan untuk mendapatkan kayu tersebut, mereka harus membelinya dari warga di area kebun. Setiap pembelian kayu itu rata-rata mereka harus mengeluarkan uang Rp. 400rb/grandong.
 
“Kayunya ya beli, tapi gak pakai gibikan. Enak pakai grandongan (mobil rakitan,Red),’’ pungkasnya
 
Susiani dan Supardi dan beserta belasan pekerja lainya hingga kini masih tetep setia dengan proses pembuatan gula merah yang memakan waktu berjam-jam, menguras tenaga dan keringat, serta dengan hasil yang tak seberapa. (Eko Prastyo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda dengan baik dan benar, mohon tidak beriklan di kolom komentar. Jika anda ingin berpromosi, direkomendasikan/endorse, atau beriklan, anda bisa " Kontak Kami Langsung ". Terima kasih.